Thursday, November 4, 2010


TEORI HARGA DARI PERSPEKTIF ISLAM: SEBUAH KAJIAN TERHADAP PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

Oleh

Nurizal Ismail

PENDAHULUAN

Teori-teori ekonomi yang kita kenal dan ketahui pada saat ini adalah teori yang bersumber dari peradaban barat dalam bentuk rupa kapitalisme dan sosialisme. Sebenarnya umat Muslim telah dibuat amnesia oleh mereka yang ingin menghilangkan bukti-bukti otentik mengenai kajayaan keilmuwan dan pemikiran Islam (golden age) dahulu yang telah banyak menghasilkan karya-karya besar di zamannya. Tanpa terkecuali teori-teori ekonomi yang telah banyak dihasilkan oleh para pemikir-pemikir Islam dahulu seperti Abu Yusuf, Ibn Sina dan Imam Ghazali. Padahal menurut Sabri Orman bahwa sumber-sumber pemikiran ekonomi Islam dapat ditelusuri melalui 2 cara yaitu yang berasal dari sumber yang umum dan spesifik.

Salah satu teori ekonomi yang banyak di bahas oleh para pemikir-pemikir Islam dahulu yaitu mengenai konsep harga pasar, karena harga sangat sensitif terhadap sebuah perekonomian. Bahkan di dalam beberapa hadits menjelaskan konsep harga pasar ini dengan jelas dan terperinci, Oleh karena itu, literatur-literatur pemikiran ekonomi Islam perlu dihidupkan kembali agar umat Islam di dunia dapat kembali merebut kejayaannya. Adapun artikel ini akan menjelaskan beberapa pemikiran ekonomi Islam berkenaan dengan konsep harga dari ulama dahulu seperti Imam Syafi’I, Qadi ‘Abdul Jabar, Ibn Taimiyah dan Imam Ghazali. Selanjutnya apakah teori harga yang telah diperkenalkan barat sama dengan apa yang telah ditulis oleh para pemikir Muslim dan apa yang membedakan diantara keduanya.

HUBUNGAN HARGA DENGAN HUKUM PERMINTAAN DAN PENAWARAN

Harga menurut pengertian secara konvensional merujuk kepada nilai suatu komoditi atau jasa dalam bentuk uang. Sedangkan menurut Adam Smith (1776) yang dikenal sebagai bapak ekonomi di zaman modern ini didalam bukunya yang berjudul “the wealth of nation” menjelaskan bahwa harga pasar (market price) adalah harga yang aktual pada setiap komoditi yang biasa dijual. Harga pasar pada setiap komoditi diatur dengan proporsi antara kuantitas yang terdapat di pasar dan permintaan dari orang-orang yang membeli dengan harga alamiah sebuah komoditi.[1] Hal ini sangat berhubungan dengan konsep hukum permintaan dan penawaran (law of demand and supply). Hukum permintaan (demand) menjelaskan permintaan suatu komoditi atau jasa akan meningkat ketika harga barang di pasaran turun begitu juga sebaliknya. Sedangkan hukum penawaran (supply) menyatakan penawaran barang akan meningkat ketika harganya di pasaran meningkat dan sebaliknya penawaran barang akan menurun ketika harganya di pasaran menurun.

Dengan penjelasan ini dapat disimpulkan bagaimana harga dapat menyamakan permintaan dengan penawaran. Selanjutnya, harga dipercaya dapat mengukur intensitas keinginan terhadap berbagai barang dan jasa yang dijual di pasar: mekanisme harga dipercaya untuk mengalokasikan sumber daya yang langka ekonomi untuk berbagai penggunaan dan mendistribusikan barang antara konsumen secara efisien. Pada proses ini pasar menentukan harga sekarang dengan rasio sistem yang bebas biaya untuk menjamin keadilan sosial. Jadi, bagaimanapun, harga memiliki peran penting dalam perekonomian yang fungsinya dapat dilihat pada hukum permintaan dan penawaran yang akan menyesuaikan di pasar dengan proses alami melalui invisible hand tanpa intervensi pemerintah.

BEBERAPA PENDAPAT ULAMA KLASIK MENGENAI KONSEP HARGA

Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka perlu ada kajian mengenai konsep harga dari perspektif Islam. Sebenarnya beberapa literatur Islam telah membahasnya dan telah diuraikan oleh ulama-ulama klasik dahulu jauh sebelum munculnya mazhab-mazhab ekonomi seperti classical economics atau new classical economics. Penjelasan mengenai ide-ide konsep harga oleh para pemikir Muslim sebagai berikut:

1. Imam Abu Yusuf

Nama sebenarnya adalah Yaqub ibn Ibrahim al-Ansari dilahirkan di kufah (Iraq) pada tahun 731 Masehi atau bertepatan dengan tahun 113 Hijriyyah. Beliau menduduki posisi tertinggi di bidang hukum sebagai ketua para hakim (Qudhat al-Qudha) di masa pemerintahan Harun al-Rasyid. Selanjutnya kontribusinya dalam bidang bidang pemikiran ekonomi dapat dilihat dari bukunya yang berjudul kitab al-kharaj. Berkenaan dengan konsep harga Imam Abu Yusuf berpendapat bahwa harga murah bukan karena persediaan (supply) makanan yang berada di pasaran itu banyak, dan harga mahal bukan disebabkan oleh persediaan makanan yang sedikit.

Abu Yusuf menolak argumen yang menyatakan bahwa ketika persediaan barang naik, maka harga akan turun atau ketika persediaan terbatas, maka harga akan naik. Menurutnya naik dan turun nya harga di pasaran adalah kehendak Allah SWT.[2] Disini terlihat bahwa yang menentukan harga pasar bukan saja terletak pada sisi permintaan, tetapi ada faktor-faktor lain yang menentukannya yaitu pada sisi penawaran (supply side). Sebagai contoh yang terjadi di masa Amirul Mukminin yang mana harga gandum pada masa itu naik dikarenakan musim paceklik (faktor alam). Jadi penawaran (supply) atau permintaan (demand) di dalam ekonomi adalah sebuah mekanisme terbentuknya harga melalui kebijakan Allah SWT (sunnatullah).

2. Imam Syafi’i

Nama sebenarnya adalah Abū ʿAbdullāh Muhammad bin Idrīs al-Shafiʿī atau Muhammad bin Idris asy-Syafi`I yang dilahirkan Gaza, Palestina, 150 H / 767 M. Beliau adalah seorang mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri mazhab Syafi'i. Berkenaan dengan konsep harga, Imam Syafi’i hanya menjelaskan secara ringkas mengenai penyebab naik dan turunnya harga di pasaran. Menurutnya nilai suatu komoditi meningkat dan menurun pada setiap waktu disebabkan perubahan harga, banyak dan sedikitnya keinginan manusia dan kualitas dan banyaknya barang.[3] Dari penjelasannya yang singkat dapat dimengerti bahwa ada beberapa faktor penentu yang menyebabkan nilai suatu komoditi atau jasa mengalami perubahan, yaitu: keinginan manusia, perubahan harga, kualitas dan kuantitas barang.

3. Qadi ‘Abdul Jabar

Nama aslinya adalah 'Abdul Jabbar Ibnu Ahmad Ibnu' Abdul Jabbar al-HamaJani al-Asadabadi, yang lahir 935 AD Ia adalah seorang teolog Muktazilah, seorang pengikut mazhab Syafi'i. Karir tertingginya adalah sebagai kepala hakim provinsi. Pada kematian Ibn 'Abbad, ia digulingkan dan ditangkap oleh penguasa. Didalam bukunya yang berjudul “Al-Mughni fi Abwāb al-Tauhīd wal ‘Adlterdapat pembahasan mengenai harga, murah dan mahal, Abdul Jabar menjelaskan lebih terperinci mengenai konsep harga pasar. Penjelasannya yang pertama mengenai definisi harga yang berarti adalah ketetapan pertukaran suatu komoditi yang akan dijual dengan jalan ridha. Selanjutnya, beliau membagi konsep harga kedalam 2 bagian yaitu mengenai konsep harga murah dan mahal yang terjadi di pasar. Definisi murah menurutnya adalah penurunan sejumlah harga menurut kebiasaan yang berlaku pada waktu dan tempat. Oleh karena itu, tidak dapat disamakan penurunan harga es di musim dingin sebagaimana yang berlaku di musim panas harganya menjadi murah. Selanjutnya dari sisi tempat menurutnya penurunan harga es di daerah yang dingin terhadap harga di daerah yang panas tidak dapat di perhitungankan murah. Adapun definisi mahal menurutnya adalah kenaikan harga sebagaimana kebiasaan yang berlaku di waktu dan tempat tertentu.[4]

Dari definisi dan contoh-contoh yang disebutkan kita perlu mengetahui penyebab naik dan mahalnya harga suatu barang. Harga menjadi murah karena Allah SWT yang membanyakan komoditi atau barang pada masa itu, maka dengan kuantitas yang banyak harganya menjadi murah, Selain itu, harga menjadi murah disebabkan Allah SWT mengurangkan atau menyedikitkan kebutuhan terhadap sesuatu. Sebab yang lain adalah Allah SWT mengurangkan jumlah orang yang menginginkan suatu komoditi dikarenakan mengandung penyakit. Sedangkan harga menjadi tinggi disebabkan Allah SWT mengurangkan kuantitas komoditi atau barang dengan kebutuhan terhadap suatu komiditi atau banyaknya permintaan terhadap barang atau komiditi. Dapat dimengerti atau disimpulkan penjelasan dari Qadi ‘Abdul Jabar mengenai konsep harga bahwa naik dan turunnya harga adalah Allah SWT yang menentukan. Kita wajib mematuhi-Nya dan mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan oleh-Nya.

4. Ibn Taimiyyah

Nama sebenarnya adalah Taqī ad-Dīn Abu 'l-ʿAbbās Aḥmad ibn ʿAbd al-Ḥalīm ibn ʿAbd as-Salām Ibn Taymiya al-Ḥarrānī yang dilahirkan di Harran pada tahun 1263 Masehi. Kontribusinya di bidang pemikiran ekonomi Islam dapat diketahui melalui bukunya yang berjudul “Majmu al-Fatawa” ada “Siyasa al-Syar’iyyah”. Menurut Ibn Taimiyyah bahwa sesungguhnya sesuatu yang meningkat permintaanya, harganya pun akan meningkat begitupun sebaliknya jika sedikit permintaannya dan hal ini berkaitan dengan sedikit dan banyaknya kebutuhan atau kuat dan lemahnya kebutuhan. Maka ketika semakin banyak dan kuatnya kebutuhan akan sesuatu maka akan meningkatkan harga dibandingkan ketika sedikit dan lemahnya kebutuhan yang tidak meningkatkan harga. Selanjutnya menurutnya keinginan manusia mempunyai banyak perbedaan dan keragaman, yaitu:

  1. Dengan banyak dan sedikitnya barang yang diminta; manusia menginginkan barang ketika kuantitasnya sedikit dibandingkan kuntitasnya yang banyak.
  2. Dengan banyak dan sedikitnya permintaan: ketika banyak permintaannya maka harganya akan naik berbanding terbalik ketika sedikit permintaannya.
  3. Berdasarkan sedikit dan banyaknya kebutuhan, dan kuat dan lemahnya kebutuhan; maka ketika banyaknya kebutuhan dan kuatnya kebutuhan, harga akan naik berbanding terbalik dengan sedikit dan lemahnya kebutuhan yang tidak meningkatkan harga.

Selain itu, beliau mengatakan bahwa naik turunnya harga tidak selalu disebabkan oleh ketidakadilan (zulm) yang dilakukan oleh individu tertentu. Jadi ketika keinginan meningkat sementara ketersediaannya berkurang, maka harganya naik. Di sisi lain, jika persediaan meningkat dan keinginan menurun barang, maka harga turun. Dengan demikian, penyebab harga tidak hanya karena ketidakadilan, tetapi juga dari aspek lain atau komponen yang menjadi keinginan manusia diciptakan oleh Allah SWT.

Listen

Read phonetically

5. Imam Ghazali

Nama aslinya adalah Abu Muhammad ibn Muhammad Hamed Ghazali yang lahir pada 1058 M. Dalam kaitannya dengan konsep harga dapat ditemukan dalam bukunya "Ihya Ulumuddin". Harga menurutnya, ketika permintaan terhadap suatu komoditas menurun maka harga komoditas akan menurun. Hal ini disebutkan didalam bukunya: "jika petani tidak mendapatkan pembeli untuk memproduksi, ia menjual dengan harga yang sangat rendah.”[5]keyakinannnya akan kekuatan pasar sangat jelas ketika harga pangan yang tinggi, maka menurutnya harga harus dirangsang dengan mengurangi permintaan melalui pergeseran ke kiri dalam kurva permintaan. Selain itu, menurut Ghanzafar dan Islahi bahwa Imam Ghazali sudah berbicara tentang keseimbangan harga (equilibrium price) dalam bukunya dengan istilah yang lain yaitu harga yang adil (just price).[6]


KONSEPTUALISASI TEORI HARGA PASAR DALAM EKONOMI ISLAM

Dari penjelasan para ulama klasik mengenai konsep harga dapat disimpulkan bahwa harga ditentukan oleh Allah SWT. Jadi Allah SWT yang menentukan banyak dan sedikitnya permintaan terhadap suatu barang atau jasa dan Dia juga yang menentukan banyak dan sedikitnya persediaan barang dan jasa yang ada di pasaran. Implikasi dari kehendak Allah itu adalah terhadap perubahan harga komoditi atau barang dan jasa.

Mereka sepakat bahwa perubahan harga ditentukan oleh kehendak Allah SWT (sunnatullah process) yang diwujudkan dalam bentuk mekanisme harga pasar, yaitu yang pertama adalah ketika permintaan meningkat terhadap barang dan jasa yang berada di pasaran akan mengakibatkan harga naik dan sebaliknya harga akan turun ketika permintaan terhadap barang menurun dalam hal ini berkaitan dengan sisi penawaran (supply side). Kedua adalah dari sisi kuantitas barang, ketika kuantitas barang atau komoditi di pasaran banyak maka harga akan turun dan sebaliknya ketika kuantitas barang dan komoditi di pasaran sedikit maka harga akan naik (demand side). Ketiga adalah faktor-faktor pendukung yang menyebabkan perubahan harga yaitu: faktor keinginan manusia, faktor kualitas barang atas komoditi,dan faktor alam. Pada point yang kedua hanya Imam Abu Yusuf yang tidak sepakat, menurutnya tidak semua barang yang melimpah maka harga akan murah dan sebaliknya tidak semuanya harga mahal ketika barang langka di pasaran. Pada intinya menurutnya harga murah dan mahal adalah Allah SWT yang menentukan sebagaimana yang dijelaskan oleh ‘Abdul Jabar.

Selanjutnya dengan mengambil permisalan yang diberikan oleh Imam Ghazali maka akan ditemukan titik keseimbangan antara kurva permintaan dan penawaran. Menurut Imam Ghazali jika petani tidak mendapatkan pembeli dari barangnya, ia akan menjualnya pada harga yang lebih murah. Lihat gambar 3[7]

Gambar 3

Pada tingkat harga P1, jumlah barang yang ditawarkan oleh penjual adalah sebesar QS, sementara jumlah barang yang diminta adalah QD1. Dikarenakan si petani tidak mendapatkan pembeli, maka ia menurunkan harganya pada titik P2, sehingga jumlah pembelinya naik dari QD1 menjadi Q* sehingga terbentuklah harga keseimbangan (E) merupakan titik pertemuan antara permintaan dan penawaran barang yang ingin dijual oleh petani. Harga keseimbangan ini ditentukan oleh kehendak Allah SWT (sunnatullah process).

Selanjutnya, konsep harga menurut pemikir-pemikir barat mempunyai kesamaan, namun yang membedakan adalah Sekuler dan Barat mengabaikan peranan agama dalam aktivitas ekonominya sehingga di dalam konsep harganya menyebutkan bahwa harga akan terbentuk dengan secara alamiah tanpa ada peranan Tuhan yang Maha berkendak atas segala sesuatu di dalamnya. Adapun menurut Islam bahwa terbentuknya harga ditentukan oleh Allah yang Maha Berkehendak atas segala sesuatu. Walaupun sebenarnya Adam Smith di dalam teori mekanisme pasar bebasnya menyatakan adanya peranan tangan tak kentara (invisible hands) yang mendorong terbentuknya harga. Menurutnya biarkan sajalah harga berlajan dengan wajar tanpa ada campur tangan pemerintah karena akan ada suatu tangan tak kentara (invisible hands) yang akan membawa harga pada titik keseimbangan.[8] Namun Adam Smith tidak menjelaskan siapakah tangan tak kentara (invisible hands) yang ia maksudkan. Bagaimana pun juga perbedaan yang terlihat dari cara pandang hidup dalam berekonomi (economic worldview) antaranya keduanya sangat berbeda. Dalam Islam, Tauhid merupakan fondasi utama yang menjadi penuntun manusia sedangkan menurut pandangan sekuler dan barat bahwa akal yang lebih utama.

KESIMPULAN

Terbukti sudah bahwa literatur ekonomi Islam baik yang berasal dari sumber umum maupun khusus telah memperkenalkan teori harga pada abad kesepuluh, sebagaimana konsep harga modern yang diperkenalkan oleh para sarjana Barat pada abad ketujuh belas. Kedua pandangan mempunyai kesamaan konsep atau teori dalam hukum permintaan dan penawaran serta memiliki perbedaan fundamental. Dalam aspek yang fundamental, teori harga menurut perspektif Islam sangat berbeda dari pandangan Sekuler dan Barat. Harga menurut Islam ditentukan oleh kehendak Allah SWT melalui sebab-sebab tertentu atau proses sunnatullah, sementara sistem sekuler berpandangan bahwa harga akan menemukan atau menyesuaikan pada titik keseimbangan melalui proses alamiah yang berasal dari tangan tak kentara (invisible hands). Jadi, konsep Sekuler atau Barat yang berkenaan dengan harga telah mengabaikan peranan Tuhan sebagai penentu harga dan segalanya yang ada di alam ini. Cara pandang hidup terhadap ekonomi (economic world view) hanya didasarkan oleh akal semata, sedangkan Islam harus berdasarkan pada sumber-sumber Islam yaitu: wahyu (revelation) dan akal (intellect


REFERENSI

Al-Ghazali, Abu Hamid. (n.d). Ihya Ulum al-Din (The Revival of the Religious Sciences), 4 Vols. Beirut: Dar’al Nadwah,

Al-Kasani, Ilauddin. (n.d). Badāiu al-Shonāi’ fi Tartib al-Syarō’I. Kairo: Syirkah al-Mathbu’at al-‘Alamiyyah.

Deliarnov. (2005). Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Ghanzafar, S.M. and Islahi, A.Azim. (2005). Economic Thought of an Arab Scholastics (Medieval Economic Thought: Filling the “Great Gap” in European Economics). ed. S.M. Ghanzafar. New York: Routledge.

Hassan, Zubeir. (2006). Introduction to Microeconomics: An Islamic Perspective. Malaysia: Prentice Hall.

Listen

Read phonetically

Ibn Taimiyah, Ahmad. (1963). MFS (Majmu’ Fatāwā Shaikh al-IslāmI. Vol. 8 Riyadh: Makhtab al-Riyadh.

Ibnu Taimiyah, Ahmad. (1991). Majmū’ al-Fatāwa. Vol. 29. Riyadh: Darul ilm al-Kutub.

Jabbar, ‘Abdul. (1965). Al-Mughni Abwāb fi al-Tawhid wal 'Adl. Kairo: Al-Muassat al-Mishriyyah al-‘Ammah li al-ta’lif.

Karim, Adiwarman. (2003). Ekonomi Mikro Islamic. Jakarta: IIIT Indonesia.

Orman, Sabri. (1997). Source of the History of Islamic Economic Thought. Al-Shajarah, Vol 2. No. 2, Kuala Lumpur: ISTAC Publication.

Smith, Adam. (1993). An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations: Abridged with commentary and notes by Laurence Dickey. USA: Hacket Publishing Company.

Ya’qub Ibn Ibrahim, Abu Yusuf. (1302). Kitab al-Kharaj. Kairo: Al-Matba’ah Salafiyyah.

ListeRead phonet


[1] Adam Smith, An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations: Abridged with commentary and notes by Laurence Dickey, USA: Hacket Publishing Company, 1993, 24.

[2] Abu Yusuf Ya’qub Ibn Ibrahim, Kitab al-Kharaj, Kairo: Al-Matba’ah Salafiyyah, 1302, 132—133.

[3]Ilauddin al-Kasani, Badāiu al-Shonāi’ fi Tartib al-Syarō’I, Kairo: Syirkah al-Mathbu’at al-‘Alamiyyah, (n.d), 193.

[4] ‘Abdul Jabbar, Al-Mughni Abwāb fi al-Tawhid wal 'Adl, Kairo: Al-Muassat al-Mishriyyah al-‘Ammah li al-ta’lif, 1965, 55—57.

[5] Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din (The Revival of the Religious Sciences) , 4 Vols. Beirut: Dar’al Nadwah, (n.d), 227.

[6] S.M. Ghanzafar and A.Azim Islahi, Economic Thought of an Arab Scholastics (Medieval Economic Thought: Filling the “Great Gap” in European Economics), ed. S.M. Ghanzafar, New York: Routledge, 2005, 29.

[7] Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islamic, Jakarta: IIIT Indonesia, 2003, 33

[8] Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005, 32

2 comments:

  1. pak saya sedang cari kitab al kharaj..dmn ya bisa menemukan? teriksih infonya

    ReplyDelete